A. Profesi Konselor
Konselor
pendidikan adalah
konselor yang
bertugas dan bertanggungjawab memberikan layanan bimbingan dan konseling kepada peserta didik di satuan
pendidikan. Konselor
pendidikan merupakan salah satu profesi yang termasuk ke dalam tenaga kependidikan seperti yang tercantum dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional maupun Undang-undang tentang Guru dan Dosen.
Konselor pendidikan semula disebut
sebagai Guru Bimbingan Penyuluhan (Guru BP). Seiring dengan perubahan istilah
penyuluhan menjadi konseling, namanya berubah menjadi Guru Bimbingan Konseling (Guru
BK). Untuk menyesuaikan kedudukannya dengan guru lain, kemudian disebut pula
sebagai Guru Pembimbing.
Setelah terbentuknya organisasi profesi
yang mewadahi para konselor, yaitu Asosiasi
Bimbingan Konseling Indonesia (ABKIN), maka profesi ini sekarang dipanggil Konselor Pendidikan dan
menjadi bagian dari asosiasi tersebut.
Latar belakang diperlukannya konselor pendidikan
·
Kehidupan demokrasi: Guru tidak lagi menjadi pusat dan siswa tidak hanya
menjadi peserta pasif dalam kegiatan pendidikan. Guru hanya membantu siswa
untuk dapat mengambil keputusannya sendiri.
·
Perbedaan individual:
Pembelajaran yang umumnya dilakukan secara klasikal kurang memperhatikan
perbedaan siswa dalam kemampuan dan cara belajarnya sehingga beberapa siswa
mungkin akan mengalami kesulitan.
·
Perkembangan norma
hidup: Masyarakat berubah secara dinamis. Demikian pula dengan berbagai
norma hidup yang ada di dalamnya. Setiap orang harus bisa beradaptasi dengan
berbagai perubahan tersebut.
·
Masa perkembangan: Seorang individu mengalami perkembangan dalam
berbagai aspek dalam dirinya dan perubahan tuntutan lingkungan terhadap
dirinya. Diperlukan penyesuaian diri untuk menghadapi perubahan-perubahan
tersebut.
·
Perkembangan industri: Seiring dengan perkembangan teknologi yang cepat, industri juga berkembang dengan pesat.
Untuk memiliki karier yang baik, siswa harus bisa mengantisipasi keadaan
tersebut.
Dasar hukum
Berdasarkan surat keputusan bersama
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan Kepala Badan Administrasi Kepegawaian
Negara Nomor 0433/p/1993 dan No. 25/1993, penghargaan jam kerja konselor
ditetapkan 36 jam per minggu dengan beban tugas meliputi penyusunan program
(dihargai 12 jam), pelaksanaan layanan (18 jam) dan evaluasi (6 jam). Konselor
yang membimbing 150 orang siswa dihargai 24 jam, selebihnya dihargai sebagai
bonus kelebihan jam dengan ketentuan tersendiri.
Bidang layanan
Bidang layanan konselor pendidikan di sekolah adalah
Peran
Konselor Dalam Dunia Pendidikan
1.
Membantu peserta didik memahami diri
sendiri
Memahami diri sendiri termasuk di dalamnya memahami kelebihan, kekurangan,
potensi, bakat, dan minat yang dimilikinya. Mengetahui kelebihan diri dapat
digunakan untuk meningkatkan rasa percaya d iri dan mengetahui kekurangan diri
dapat digunakan untuk perbaikan diri. Sedangkan mengetahui potensi, bakat, dan
minat dapat digunakan untuk mengaktualisasikan diri. Dengan memahami diri
sendiri, akan lebih memudahkan peserta didik untuk menemukan jati dirinya.
2.
Membantu peserta didik dalam proses
pembentukan tingkah laku yang baik
Di sini peran konselor bukanlah terus-menerus
memberikan nasihat kepada peserta didik yang tingkah lakunya tidak baik,
melainkan lebih memberikan bimbingan dan penyadaran diri bahwa yang dilakukan
peserta didik tersebut kurang tepat. Selain itu, keteladanan yang baik dari
konselor sendiri secara tidak langsung mempunyai andil yang cukup penting dalam
pembentukan tingkah laku peserta didik.
3.
Membantu peserta didik mencapai
tugas-tugas perkembangan
Menurut Havigurst, tugas perkembangan adalah suatu tugas yang muncul pada
saat atau sekitar suatu periode tertentu dari kehidupan individu, yang jika
berhasil dalam pencapaiannya akan menimbulkan kebahagiaan dan membawa
keberhasilan dalam melaksanakan tugas-tugas berikutnya, akan tetapi kalau
gagal, akan menimbulkan ketidakbahagiaan, tidak diterima oleh masyarakat, dan
mengalami kesulitan dalam menghadapi tugas-tugas berikutnya. Di sini dapat
dilihat letak pentingnya pencapaian tugas-tugas perkembangan bagi peserta
didik, yaitu agar dapat terus mengikuti tuntutan kebutuhan dalam setiap periode
perkembangan.
4.
Membantu peserta didik menemukan
sendiri alternatif pemecahan masalah yang dialaminya
Kehidupan manusia tidak pernah lepas dari berbagai masalah, termasuk juga
peserta didik. Masalah yang dialami peserta didik dapat berupa masalah pribadi,
sosial, belajar, karier, kehidupan keluarga, dan keberagamaan. Masalah-masalah
tersebut dapat menghambat perkembangan peserta didik jika tidak segera
ditangani dan diselesaikan. Peran konselor di sini bukanlah mencari solusi atas
permasalahan siswa tersebut, tapi membantu siswa mencari sendiri solusi dari
permasalahan tersebut dengan memberikan bimbingan sehingga peserta didik dapat
mengambil keputusan yang tepat dan permasalahan yang dialaminya dapat
diselesaikan. Dengan demikian, tujuan wilayah kerja BK yang memandirikan dapat
tercapai.
5.
Membantu peserta didik dalam
mengenal, memahami, dan mengembangkan karier sesuai dengan potensi yang
dimiliki peserta didik
Mendapat pekerjaan tentunya merupakan harapan bagi semua peserta didik
setelah selesai (lulus) dari dunia sekolah. Seringkali peserta didik yang
disibukkan dengan berbagai tugas, pekerjaan rumah, dan ulangan-ulangan menjadi
lupa akan tujuannya setelah lulus sekolah, yaitu bekerja. Di sinilah konselor
berperan untuk mengenalkan berbagai hal tentang karier kepada peserta didik
sehingga peserta didik mempunyai gambaran karier yang akan dipilihnya setelah
menyelesaikan pendidikan.
Pada kenyataannya, peran konselor di sekolah-sekolah masih terfokus pada
penegakan kedisiplinan dan ketertiban di sekolah. Hal ini menyebabkan
terbentuknya asumsi umum yang berpendapat bahwa pekerjaan konselor identik
dengan memberikan hukuman kepada siswa yang tidak disipilin dan tidak tertib,
seperti membolos sekolah, terlambat masuk sekolah, memakai seragam yang tidak
sesuai dengan ketentuan. Asumsi umum yang terbentuk tersebut membuat peserta
didik bersikap menghindari konselor karena mereka merasa takut dengan konselor.
Padahal hal ini justru kebalikan dari pekerjaan konselor.
Pada saat ini fungsi Layanan
bertambah dengan adanya fungsi Mediasi dan fungsi Advokasi, walau hanya
pengukuhan atas layanan yang selama ini telah dilakukan hal tersebut
menunjukkan bahwa Ilmu Konseling berkembang.
Peran
Konselor dalam Pendidikan Karakter
Pentingnya peran konselor sekolah dalam pendidikan
karakter ini American School Counselor Association (ASCA) menunjukkan
dukungannya dengan menyatakan:
“Professional school counselors need to take an
active role in initiating, facilitating and promoting character education
programs in the school curriculum. The professional school counselor, as a part
of the school community and as a highly resourceful person, takes an active
role by working cooperatively with the teachers and administration in providing
character education in the schools as an integral part of the school curriculum
and activities” (ASCA, 1998).
Karakteristik Konselor
A. Karakteristik Konselor
1. Karakteristik konseling berpusat pada klien, yaitu:
a. Fokus utama adalah kemampuan individu memecahkan
masalah bukan terpecahnya masalah.
b. Lebih
mengutamakan sasaran perasaan dari pada intelek.
c. Masa kini lebih banyak diperhatikan dari pada masa
lalu.
d. Pertumbuhan emosional terjadi dalam hubungan
konseling.
e. Proses
terapi merupakan penyerasian antara gambaran diri klien dengan keadaan .
f.
Hubungan konselor dan klien merupakan situasi pengalaman terapeutik yang
berkembang menuju kepada kepribadian klien yang integral dan mandiri.
g. Klien memegang peranan aktif dalam konseling sedangkan
konselor bersifat pasif reflektif.
2. Carl Rogers (1971), menyebutkan tiga karakterisitik
konselor yang efektif adalah:
a.
Congruence (Genuineness, Authenticity)
Kongruensi itu sangat penting
sebagai dasar sikap yang harus dipunyai oleh seorang konselor. Ia harus paham
tentang dirinya sendiri, berarti pikiran, perasaan dan pengalamannya haruslah
serasi. Kalau seseorang mempunyai pengalaman marah, maka perasaan dan
pikirannya harus marah, yang tercermin pula dalam tindakannya. Ia harus
memahami bias-bias yang ada dalam dirinya, prasangka-prasangka yang mewarnai
pikirannya. Ia harus tau kelemahan dan asset-aset yang dipunyainya. Kalau ia
menyadari hal ini, ia dapat membuat pembedaan antara dirinya dan orang lain. Ia
tahu bahwa orang lain bukanlah dirinya.
b.
Unconditional positive regard (Acceptance)
Penerimaan tanpa syarat atau respek
kepada klien harus mampu ditunjukan oleh seorang konselor kepada kliennya.. Ia
harus dapat menerima bahwa orang-orang yang dihadapinya mempunyai nilai-nilai
sendiri, kebutuhan-kebutuhan sendiri yang lain darpada yang dimiliki olehnya.
Asumsi dasar
yang melandasi Acceptande adalah :
Individu mempunyai infinite worth
and dignity. Individu mempunyai harkat dan martabat yang tak terbatas.
Adalah hak
manusia untuk membuat keputusannya sendiri dan untuk menjalani hidupnya
sendiri.
Orang mempunyai
kamampuan atau potensi untuk memilih secara bijaksana, dan menjalani hidup yang
teraktualisasi dan bermakna secara sosial.
Setiap orang
bertanggung jawab untuk hidupnya sendiri.
c. Empati
Empati adalah konsep yang sepertinya
mudah dipahami sulit untuk dicerna. Empati itu sangat sederhana, yaitu dengan
memahami orang lain dari sudut kerangka berpikir orang lain tersebut.
3. Baruth
dan Robinson III (1987), menyebutkan beberapa karakteristik konselor yang
efektif sebagai berikut :
a.
Terampil “menjangkau” (reaching out) kliennya.
b. Mampu
menumbuhkan perasaan percaya, kredibilitas dan yakin dalam diri orang yang akan
dibantunya.
c. Mampu “menjangkau” kedalam dan keluar.
d. Berkeinginan mengkomunikasikan caring dan respek untuk
orang yang sedang dibantunya.
e. Menghormati diri sendiri dan tidak menggunakan orang
yang sedang dibantunnya sebagai sarana untuk memuaskan kebutuhannya sendiri.
f. Mempunyai sesuatu pengetahuan dalam bidang tertentu
yang akan mempunyai makna khusus bagi orang yang dibantunya.
g. Mampu memahami tingkah laku orang yang akan dibatunya
tanpa menerapkan value judgments.
h. Mampu melakukan penalaran secara sistematis dan
berpikir dalam kerangka system.
i. Tidak ketinggalan zaman dan memiliki pandangan luas
tentang hal-hal yangterjadi di dunia.
j. Mampu mengidentifikasi pola-pola tingakh laku yang
self-defeating, yang merugikan dan membantu orang lain mengubah pola tingkah
laku nyang merugikan dan membantu orang lain mengubah pola tingkah laku yang
merugikan diri sendiri ini menjadi pola tingkah laku yang lebih memuaskan.
k. Terampil membantu orang lain untuk “melihat” ke dalam
dirinya sendiri dan bereaksi secara tidak detensif terhadap pertanyaan
“Siapakah saya?”
4. Hackney dan Cormier menyebutkan karakteristik seorang
konselor :
a.
Kesadaran tentang diri (self-awareness) dan pemahaman diri sendiri.
b.
Kesehatan psikologi yang baik.
c. Sensitivitas terhadap dan pemahan tentang
faktor-faktor rasial, etnik dan budaya dalam diri sendiri dan orang lain.
d.
Keterbukaan (open-mindedness).
e.
Objektivitas : Mengacu pada keampuan untuk melibatkan diri dengan klien disatu
pihak, tetapi juga pada saat yang bersamaan berdiri di kejauhan dan melihat
dengan akurat apa yang terjadi dengan kliennya dan hubungannya.
f.
Kompetensi : Tuntuan seorang konselor mempunyai pengetahuan, informasi dan
keterampilan untuk membantu.
g. Dapat
dipercaya (trustworthiness) : Termasuk didalamnya adalah kualitas-kualitas
konselor seperti reliabilitas, tanggung jawab, standar etik, prediktabilitas.
B. Syarat Konselor
Ada beberapa syarat
konselor, yaitu:
1. Memahami secara mendalam dengan penyikapan yang
empatik serta menghormati keragaman yang mengedepankan kemaslahatan klien yang
dilayani.
2. Menguasai khasanah teoritik tentang konteks,
pendekatan, asas dan prosedur serta sarana yang digunakan dalam penyelenggaraan
layanan bimbingan konseling.
3. Menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling
yang memandirikan.
4.
Mengembangkan profesionalitas sebagai konselor secara berkelanjutan
5. Mempunyai minat dan sikap yang positif terhadap
konseling
6. Menguasai dasar-dasar teknis konseling dan memiliki
keterampilan dalam berkomunikasi.
7. Mempunyai ciri - ciri kepribadian serta sikap yang
kondusif untuk terciptanya interaksi yang adekuat antara konselor dengan klien.
KESIMPULAN
Suatu keadaan dimana guru BK sebagai profesional harus
menentukan keputusan atas pilihan tindakan dalam layanan, materi
apa yang akan diberikan kepada siswa, metode apanyang
tepat digunakan untuk menyampaikan materi, serta media yang bagaimana yang dapat membuat
siswa berminat mengikuti layanan secara aktif dan terfokus. Untuk itu, seorang
guru BK perlu menggunakan etika profesional dan pertimbangan akademik dalam
mengambil keputusan yang tepat.
Stenhouse (dalam hopkins, 1996)
menyatakan bahwa guru ideal biasanya bersikap otonom
dalam membuat keputusan profesional, tidak perlu diberi tahu apa yang harus
dilakukan, dan secara profesional tidak tergantung kepada kepala sekolah
ataupun pengawas. Namun bukan berarti mereka tidak menerima saran, menolak
saran, ataupun dukungan dari orang lain. Mereka tahu bahwa tidak semua
pemikiran tepat untuk dilaksanakan sampai mereka membuktikannya sendiri melalui
penelitian. Oleh karena itu Guru BK adalah subyek utama yang mengambil
keputusan terbaik dalam pemberian
layanan, bukan hanya pelaksana perintah.