Jumat, 26 April 2013

Profesi Konselor

A.  Profesi Konselor
Konselor pendidikan adalah konselor yang bertugas dan bertanggungjawab memberikan layanan bimbingan dan konseling kepada peserta didik di satuan pendidikan. Konselor pendidikan merupakan salah satu profesi yang termasuk ke dalam tenaga kependidikan seperti yang tercantum dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional maupun Undang-undang tentang Guru dan Dosen.
Konselor pendidikan semula disebut sebagai Guru Bimbingan Penyuluhan (Guru BP). Seiring dengan perubahan istilah penyuluhan menjadi konseling, namanya berubah menjadi Guru Bimbingan Konseling (Guru BK). Untuk menyesuaikan kedudukannya dengan guru lain, kemudian disebut pula sebagai Guru Pembimbing.
Setelah terbentuknya organisasi profesi yang mewadahi para konselor, yaitu Asosiasi Bimbingan Konseling Indonesia (ABKIN), maka profesi ini sekarang dipanggil Konselor Pendidikan dan menjadi bagian dari asosiasi tersebut.

Latar belakang diperlukannya konselor pendidikan
·         Kehidupan demokrasi: Guru tidak lagi menjadi pusat dan siswa tidak hanya menjadi peserta pasif dalam kegiatan pendidikan. Guru hanya membantu siswa untuk dapat mengambil keputusannya sendiri.
·         Perbedaan individual: Pembelajaran yang umumnya dilakukan secara klasikal kurang memperhatikan perbedaan siswa dalam kemampuan dan cara belajarnya sehingga beberapa siswa mungkin akan mengalami kesulitan.
·         Perkembangan norma hidup: Masyarakat berubah secara dinamis. Demikian pula dengan berbagai norma hidup yang ada di dalamnya. Setiap orang harus bisa beradaptasi dengan berbagai perubahan tersebut.
·         Masa perkembangan: Seorang individu mengalami perkembangan dalam berbagai aspek dalam dirinya dan perubahan tuntutan lingkungan terhadap dirinya. Diperlukan penyesuaian diri untuk menghadapi perubahan-perubahan tersebut.
·         Perkembangan industri: Seiring dengan perkembangan teknologi yang cepat, industri juga berkembang dengan pesat. Untuk memiliki karier yang baik, siswa harus bisa mengantisipasi keadaan tersebut.

 

Dasar hukum

Berdasarkan surat keputusan bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara Nomor 0433/p/1993 dan No. 25/1993, penghargaan jam kerja konselor ditetapkan 36 jam per minggu dengan beban tugas meliputi penyusunan program (dihargai 12 jam), pelaksanaan layanan (18 jam) dan evaluasi (6 jam). Konselor yang membimbing 150 orang siswa dihargai 24 jam, selebihnya dihargai sebagai bonus kelebihan jam dengan ketentuan tersendiri.

Bidang layanan
Bidang layanan konselor pendidikan di sekolah adalah
·         Bimbingan pribadi-sosial: untuk mewujudkan pribadi yang taqwa, mandiri, dan bertanggungjawab.
·         Bimbingan karier: untuk mencapai tujuan dan tugas perkembangan pendidikan.
·         Bimbingan belajar: untuk mewujudkan pribadi pekerja yang produktif.

Peran Konselor Dalam Dunia Pendidikan
1.        Membantu peserta didik memahami diri sendiri
Memahami diri sendiri termasuk di dalamnya memahami kelebihan, kekurangan, potensi, bakat, dan minat yang dimilikinya. Mengetahui kelebihan diri dapat digunakan untuk meningkatkan rasa percaya d iri dan mengetahui kekurangan diri dapat digunakan untuk perbaikan diri. Sedangkan mengetahui potensi, bakat, dan minat dapat digunakan untuk mengaktualisasikan diri. Dengan memahami diri sendiri, akan lebih memudahkan peserta didik untuk menemukan jati dirinya.


2.        Membantu peserta didik dalam proses pembentukan tingkah laku yang baik
Di sini peran konselor bukanlah terus-menerus memberikan nasihat kepada peserta didik yang tingkah lakunya tidak baik, melainkan lebih memberikan bimbingan dan penyadaran diri bahwa yang dilakukan peserta didik tersebut kurang tepat. Selain itu, keteladanan yang baik dari konselor sendiri secara tidak langsung mempunyai andil yang cukup penting dalam pembentukan tingkah laku peserta didik.

3.           Membantu peserta didik mencapai tugas-tugas perkembangan
Menurut Havigurst, tugas perkembangan adalah suatu tugas yang muncul pada saat atau sekitar suatu periode tertentu dari kehidupan individu, yang jika berhasil dalam pencapaiannya akan menimbulkan kebahagiaan dan membawa keberhasilan dalam melaksanakan tugas-tugas berikutnya, akan tetapi kalau gagal, akan menimbulkan ketidakbahagiaan, tidak diterima oleh masyarakat, dan mengalami kesulitan dalam menghadapi tugas-tugas berikutnya. Di sini dapat dilihat letak pentingnya pencapaian tugas-tugas perkembangan bagi peserta didik, yaitu agar dapat terus mengikuti tuntutan kebutuhan dalam setiap periode perkembangan.

4.        Membantu peserta didik menemukan sendiri alternatif pemecahan masalah yang dialaminya
Kehidupan manusia tidak pernah lepas dari berbagai masalah, termasuk juga peserta didik. Masalah yang dialami peserta didik dapat berupa masalah pribadi, sosial, belajar, karier, kehidupan keluarga, dan keberagamaan. Masalah-masalah tersebut dapat menghambat perkembangan peserta didik jika tidak segera ditangani dan diselesaikan. Peran konselor di sini bukanlah mencari solusi atas permasalahan siswa tersebut, tapi membantu siswa mencari sendiri solusi dari permasalahan tersebut dengan memberikan bimbingan sehingga peserta didik dapat mengambil keputusan yang tepat dan permasalahan yang dialaminya dapat diselesaikan. Dengan demikian, tujuan wilayah kerja BK yang memandirikan dapat tercapai.
5.        Membantu peserta didik dalam mengenal, memahami, dan mengembangkan karier sesuai dengan potensi yang dimiliki peserta didik
Mendapat pekerjaan tentunya merupakan harapan bagi semua peserta didik setelah selesai (lulus) dari dunia sekolah. Seringkali peserta didik yang disibukkan dengan berbagai tugas, pekerjaan rumah, dan ulangan-ulangan menjadi lupa akan tujuannya setelah lulus sekolah, yaitu bekerja. Di sinilah konselor berperan untuk mengenalkan berbagai hal tentang karier kepada peserta didik sehingga peserta didik mempunyai gambaran karier yang akan dipilihnya setelah menyelesaikan pendidikan.
Pada kenyataannya, peran konselor di sekolah-sekolah masih terfokus pada penegakan kedisiplinan dan ketertiban di sekolah. Hal ini menyebabkan terbentuknya asumsi umum yang berpendapat bahwa pekerjaan konselor identik dengan memberikan hukuman kepada siswa yang tidak disipilin dan tidak tertib, seperti membolos sekolah, terlambat masuk sekolah, memakai seragam yang tidak sesuai dengan ketentuan. Asumsi umum yang terbentuk tersebut membuat peserta didik bersikap menghindari konselor karena mereka merasa takut dengan konselor. Padahal hal ini justru kebalikan dari pekerjaan konselor.
Pada saat ini fungsi Layanan bertambah dengan adanya fungsi Mediasi dan fungsi Advokasi, walau hanya pengukuhan atas layanan yang selama ini telah dilakukan hal tersebut menunjukkan bahwa Ilmu Konseling berkembang.

Peran Konselor dalam Pendidikan Karakter
Pentingnya peran konselor sekolah dalam pendidikan karakter ini American School Counselor Association (ASCA) menunjukkan dukungannya dengan menyatakan:
“Professional school counselors need to take an active role in initiating, facilitating and promoting character education programs in the school curriculum. The professional school counselor, as a part of the school community and as a highly resourceful person, takes an active role by working cooperatively with the teachers and administration in providing character education in the schools as an integral part of the school curriculum and activities” (ASCA, 1998).
Karakteristik Konselor
A. Karakteristik Konselor
1. Karakteristik konseling berpusat pada klien, yaitu:
a. Fokus utama adalah kemampuan individu memecahkan masalah bukan terpecahnya masalah.
b. Lebih mengutamakan sasaran perasaan dari pada intelek.
c. Masa kini lebih banyak diperhatikan dari pada masa lalu.
d. Pertumbuhan emosional terjadi dalam hubungan konseling.
e. Proses terapi merupakan penyerasian antara gambaran diri klien dengan keadaan .
f. Hubungan konselor dan klien merupakan situasi pengalaman terapeutik yang berkembang menuju kepada kepribadian klien yang integral dan mandiri.
g. Klien memegang peranan aktif dalam konseling sedangkan konselor bersifat pasif reflektif.
2. Carl Rogers (1971), menyebutkan tiga karakterisitik konselor yang efektif adalah:
a. Congruence (Genuineness, Authenticity)
Kongruensi itu sangat penting sebagai dasar sikap yang harus dipunyai oleh seorang konselor. Ia harus paham tentang dirinya sendiri, berarti pikiran, perasaan dan pengalamannya haruslah serasi. Kalau seseorang mempunyai pengalaman marah, maka perasaan dan pikirannya harus marah, yang tercermin pula dalam tindakannya. Ia harus memahami bias-bias yang ada dalam dirinya, prasangka-prasangka yang mewarnai pikirannya. Ia harus tau kelemahan dan asset-aset yang dipunyainya. Kalau ia menyadari hal ini, ia dapat membuat pembedaan antara dirinya dan orang lain. Ia tahu bahwa orang lain bukanlah dirinya.
b. Unconditional positive regard (Acceptance)
Penerimaan tanpa syarat atau respek kepada klien harus mampu ditunjukan oleh seorang konselor kepada kliennya.. Ia harus dapat menerima bahwa orang-orang yang dihadapinya mempunyai nilai-nilai sendiri, kebutuhan-kebutuhan sendiri yang lain darpada yang dimiliki olehnya.
Asumsi dasar yang melandasi Acceptande adalah :
Individu mempunyai infinite worth and dignity. Individu mempunyai harkat dan martabat yang tak terbatas.
Adalah hak manusia untuk membuat keputusannya sendiri dan untuk menjalani hidupnya sendiri.
Orang mempunyai kamampuan atau potensi untuk memilih secara bijaksana, dan menjalani hidup yang teraktualisasi dan bermakna secara sosial.
Setiap orang bertanggung jawab untuk hidupnya sendiri.
c. Empati
Empati adalah konsep yang sepertinya mudah dipahami sulit untuk dicerna. Empati itu sangat sederhana, yaitu dengan memahami orang lain dari sudut kerangka berpikir orang lain tersebut.
3. Baruth dan Robinson III (1987), menyebutkan beberapa karakteristik konselor yang efektif sebagai berikut :
a. Terampil “menjangkau” (reaching out) kliennya.
b. Mampu menumbuhkan perasaan percaya, kredibilitas dan yakin dalam diri orang yang akan dibantunya.
c. Mampu “menjangkau” kedalam dan keluar.
d. Berkeinginan mengkomunikasikan caring dan respek untuk orang yang sedang dibantunya.
e. Menghormati diri sendiri dan tidak menggunakan orang yang sedang dibantunnya sebagai sarana untuk memuaskan kebutuhannya sendiri.
f. Mempunyai sesuatu pengetahuan dalam bidang tertentu yang akan mempunyai makna khusus bagi orang yang dibantunya.
g. Mampu memahami tingkah laku orang yang akan dibatunya tanpa menerapkan value judgments.
h. Mampu melakukan penalaran secara sistematis dan berpikir dalam kerangka system.
i. Tidak ketinggalan zaman dan memiliki pandangan luas tentang hal-hal yangterjadi di dunia.
j. Mampu mengidentifikasi pola-pola tingakh laku yang self-defeating, yang merugikan dan membantu orang lain mengubah pola tingkah laku nyang merugikan dan membantu orang lain mengubah pola tingkah laku yang merugikan diri sendiri ini menjadi pola tingkah laku yang lebih memuaskan.
k. Terampil membantu orang lain untuk “melihat” ke dalam dirinya sendiri dan bereaksi secara tidak detensif terhadap pertanyaan “Siapakah saya?”
4. Hackney dan Cormier menyebutkan karakteristik seorang konselor :
a. Kesadaran tentang diri (self-awareness) dan pemahaman diri sendiri.
b. Kesehatan psikologi yang baik.
c. Sensitivitas terhadap dan pemahan tentang faktor-faktor rasial, etnik dan budaya dalam diri sendiri dan orang lain.
d. Keterbukaan (open-mindedness).
e. Objektivitas : Mengacu pada keampuan untuk melibatkan diri dengan klien disatu pihak, tetapi juga pada saat yang bersamaan berdiri di kejauhan dan melihat dengan akurat apa yang terjadi dengan kliennya dan hubungannya.
f. Kompetensi : Tuntuan seorang konselor mempunyai pengetahuan, informasi dan keterampilan untuk membantu.
g. Dapat dipercaya (trustworthiness) : Termasuk didalamnya adalah kualitas-kualitas konselor seperti reliabilitas, tanggung jawab, standar etik, prediktabilitas.
B. Syarat Konselor
Ada beberapa syarat konselor, yaitu:
1. Memahami secara mendalam dengan penyikapan yang empatik serta menghormati keragaman yang mengedepankan kemaslahatan klien yang dilayani.
2. Menguasai khasanah teoritik tentang konteks, pendekatan, asas dan prosedur serta sarana yang digunakan dalam penyelenggaraan layanan bimbingan konseling.
3. Menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling yang memandirikan.
4. Mengembangkan profesionalitas sebagai konselor secara berkelanjutan
5. Mempunyai minat dan sikap yang positif terhadap konseling
6. Menguasai dasar-dasar teknis konseling dan memiliki keterampilan dalam berkomunikasi.
7. Mempunyai ciri - ciri kepribadian serta sikap yang kondusif untuk terciptanya interaksi yang adekuat antara konselor dengan klien.


 KESIMPULAN
Suatu keadaan dimana guru BK sebagai profesional harus menentukan keputusan atas pilihan tindakan dalam layanan, materi apa yang akan diberikan kepada siswa, metode apanyang tepat digunakan untuk menyampaikan materi, serta media yang bagaimana yang dapat membuat siswa berminat mengikuti layanan secara aktif dan terfokus. Untuk itu, seorang guru BK perlu menggunakan etika profesional dan pertimbangan akademik dalam mengambil keputusan yang tepat.
Stenhouse (dalam hopkins, 1996) menyatakan bahwa guru ideal biasanya bersikap otonom dalam membuat keputusan profesional, tidak perlu diberi tahu apa yang harus dilakukan, dan secara profesional tidak tergantung kepada kepala sekolah ataupun pengawas. Namun bukan berarti mereka tidak menerima saran, menolak saran, ataupun dukungan dari orang lain. Mereka tahu bahwa tidak semua pemikiran tepat untuk dilaksanakan sampai mereka membuktikannya sendiri melalui penelitian. Oleh karena itu Guru BK adalah subyek utama yang mengambil keputusan terbaik dalam pemberian  layanan, bukan hanya pelaksana perintah.